PROBOLINGGO - Tak semua anak berusia 5-6 tahun pasti lebih suka bermain bersama teman-teman sebayanya. Begitu pun orang tua tak akan rela melepas puteranya untuk mengenyam pendidikan di Pondok Pesantren. Pilihan itu lebih baik mengingat pergaulan bebas di tengah-tengah masyarakat tak terelakkan. Sebagai orang tua tentu menyekolahkan anaknya di pondok pesantren akan mengalami kegundahan batin lebih-lebih anak yang masih berumur 5-6 tahun. Namun hal itu tak berlaku bagi Muhammad Fariduddin Attar Jalili, santri baru Pondok Pesantren Nurul Jadid yang saat ini menginjak usia 6 tahun.
Umumnya, anak-anak seusia Atar (panggilan akrabnya) yang berasal dari Jember ini, mayoritas memilih untuk masuk sekolah tidak jauh dari rumahnya, karena masih membutuhkan perhatian berupa kasih sayang dari orang tua sementara memang waktu anak biasanya lebih banyak digunakan untuk bermain. Lain halnya dengan Atar, dirinya mengaku telah bosan bermain game dan memilih memutuskan mondok di Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo.
“Mondok kemauan saya sendiri dari PAUD, biar bisa bahasa arab dan mencari ilmu. Gara-gara HP itu juga saya langsung mondok, ” ungkapnya saat diwawancarai oleh reporter harianjatim.com, Senin (10/07/23).
Kesal, lanjut Atar, sering kalah bermain game Free Fire, kemudian anak itu menghapus game tersebut dan meminta ijin kepada orang tua untuk mondok.
“Kebetulan waktu itu ayah menawarkan mau ikut kerja ke Banten atau mondok, ya tak pilih mondok, ” imbuhnya.
Disamping bosan bermain game, Atar mengaku ingin sekali belajar Bahasa Arab, dirinya merasa berbahagia setelah belajar berlangsung selama satu bulan di pesantren, karena sudah bisa menulis bahasa Arab.
“Di rumah tidak ada kegiatan, di sini enak banyak kegiatan, subuh bangun salat, nulis Arab, ngaji dan banyak teman, ” katanya.
Meski tinggal jauh dari orang tua dan baru mondok selama satu bulan di pesantren, Atar sudah merasa kerasan dan nyaman belajar di Pondok Pesantren Nurul Jadid.
“Di sini ustad-ustadnya enak, saya sudah kerasan. Cuma nangis satu kali waktu itu, ” pungkasnya.
Reporter : Ahmad Zainul Khofi